Sabtu, 28 Maret 2009

Akiane: Belajar melukis dari Tuhan

AKIANE :
Sejak usia 3 Tahun belajar melukis dari TUHAN

Istilah Anak prodigy memiliki arti: "anak yang memiliki kemampuan sama dengan orang dewasa yang terlatih pada umur yang masih sangat muda, yaitu di bawah 13 tahun."




Salah satu anak yang diberkati Tuhan dengan talenta luar biasa dalam seni gambar dan puisi ini salah satunya adalah Akiane Kramarik di mana dia belajar menggambar sendiri pada umur 4 tahun, belajar melukis sendiri pada umur 6 tahun dan telah menghasilkan lukisan dengan kualitas luar biasa pada umur 7 tahun. Dan yang lebih luar biasa, dia mengenal Tuhan Yesus tidak dari siapapun tetapi Tuhan yang mene mui dia sejak 3 tahun dan mengajarinya menggambar dan melukis hingga mamanya yang atheis pun percaya pada Tuhan.



Akiane mengakui sebenarnya dia tidak sepenuhnya belajar sendiri tetapi mendapat bantuan dari Tuhan, dia berkata tentang Tuhan: "Seorang pria yang saya tidak pernah tahu sampai saya berumur 4 tahun dan mendapat penglihatan dari Dia saat tidur. Dia menunjukkan semua galaksi yang indah dan tempat-tempat lain. Saya bertanya padaNya siapa Dia dan Dia berkata bahwa saya sudah tahu, tetapi jangan memberitahukan orang lain. Saya tidak memberitahukan siapapun sampai 1 minggu kemudian, tetapi setelah itu saya harus memberitahu mama saya!". Dia mengaku bahwa sebenarnya dia sudah bertemu Tuhan sejak 3 tahun tetapi dia belum mengerti sampai umur 4 tahun.

Mama Akiane sebenarnya tidak tahu apa yang dikatakan anaknya, tetapi bagaimana Akiane begitu yakin dia sudah bertemu dengan Tuhan, sedangkan dia adalah atheis? Tetapi Akiane kemudian berkata tentang "sesuatu yang hangat, kekuatan yang indah, keberadaan yang sangat luar biasa" yang telah dia lihat, sehingga mamanya mulai menganggap serius. Akhirnya, setelah beberapa waktu, mamanya menjadi Kristen bersama seluruh keluarganya. Ini merupakanhasil dari kekuatan Akiane dapat gambarkan, melalui karya seni dan puisinya di mana dia dapat memperlihatkan Tuhan melalui gambar-gambarnya dan tulisannya pada tingkat di mana orang akan dapat memulai untuk melihat Tuhan juga di mana dia selalu berdoa pada tiap pagi sebelum memulai melukis dan juga membaca Alkitab tiap hari.
Akiane terus belajar sehingga kemampuan melukisnya meningkat terus dan pada umur 7 dia telah berhasil melukis dengan sempurna dan kemudian Akiane melukis potret wajah Tuhan Yesu
s pada umur 8 tahun lukisan itu dia sebut "Prince of Peace."



Foto Akiane bersama lukisannya "Prince of Peace"







Akiane sedang melukis "Prince of Peace"






Gambar Sketsa karya Akiane pada umur 5 tahun:







Karya Akiane umur 7 tahun:






Lukisan Tuhan Yesus dengan judul "Father Forgive Them":






Bersama Oprah:







Alasan Menggambar Lukisan Potret Yesus pada umur 8 tahun, "Adalah waktu Tuhan, saya sudah mencari model untuk Tuhan Yesus selama 2 tahun dan saya tidak dapat menemukan wajah yang cocok. Hingga satu hari saya meminta keluargaku untuk berdoa dengan saya tiap hari. Kita meminta Tuhan untuk mengirimkan model datang ke depan pintu rumah kami. Hari berikutnya seorang tukang kayu yang bertubuh tinggi datang. Dia sangat rendah hati, dan saya terkejut karena dia setuju menjadi model bagiku.
Tetapi seminggu kemudian dia menelpon balik dan berkata bahwa dia tidak layak untuk menjadi wakil dari Tuannya. Kami berdoa lagi dan beberapa hari kemudian dia menelpon balik dan memberitahukan bahwa Tuhan ingin dia untuk melakukan hal itu, tetapi dia harus memotong rambut dan janggutnya dalam tiga hari. Lalu kami mengambil beberapa foto dan saya mempelajari wajahnya untuk waktu yang lama. Setelah berlusin-lusin sketsa, saya memulai melukis. Ini membutuhkan waktu 40 jam untuk menyelesaikan lukisan Yesus - Pangeran Damai, dan saya ingat pada saat itu saya kehilangan 4 gigi saya." (dikutip dari situs web Akiane)

Berikut ini adalah fakta-fakta kehidupan Akiane:

Akiane dilahirkan di dalam air di rumah pada tanggal 9 Juli 1998, di Mount Morris, Illinois dari ibu rumah tangga keturunan Lithuania dan ayah Amerika. Anak ini mengikuti program homeshool saat ini.

* Kemampuan menggambar Akiane dimunculkan sejak umur 4, dan umum 6 mulai melukis di mana dia mempelajari kemampuan menggambar dan melukis secara otodidak dan biasanya dengan observasi/pengamatan yang teliti dan belajar, bahkan dia juga menyebutkan bahwa Tuhan lah yang mengajarinya.

* Akiane dapat berbicara dalam 4 bahasa yaitu Lithuania , Rusia, Inggris dan bahasa isyarat.

* Pada umur 4 tahun dia mengalami transformasi spiritual dan membawa keluarganya kepada Tuhan.

* Pada umur 7 tahun dia mulai menulis puisi dan aphorism.

* Puisi-puisinya seringkali datang dari hasil angan-angannya.

* Inspirasi dari karya seni dan literaturnya datang dari penglihatan (vision), mimpi dan pengamatan kepada manusia, alam dan Tuhan.

* Dia melukis dari imajinasi, materi referensi dan model.
* Stylenya: Akianism - gabungan universal dari realism dan imaginism.

* Dia ingin orang lain menemukan harapan pada lukisan-lukisannya.

* Dia memiliki tujuan yang sama untuk lukisannya: menjadi inspirasi untuk orang lain dan untuk menjadi hadiah untuk Tuhan.

* Media favorit: acrylic untuk gambar orang seluruhnya dan cat minyak untuk lukisan potret berukuran besar.

* Dia bangun pada pukul 4 pagi 5-6 hari seminggu untuk bersiap melukis di studio dan menulis, bekerja kurang lebih 4a-5 jam tiap hari.

* Seringkali bekerja lebih dari 100-200 jam pada satu lukisan saja, menghasilkan 8 sampai 20 lukisan setahun.

* Biasa melakukan sketsa sebelum melukis.

* Bekerja pada satu lukisan saja dalam satu waktu.

* Subjek favorit: Manusia dan subjek spiritual.

* Aktivitas favorit dan hobi: seni lukis, puisi, piano, membaca dan menolong orang.

* Yang disukai dari dirinya: sensitivitas kepada orang lain.

* Yang tidak disukai dari dirinya: ketidaksabaran.

* Penilaian terhadap karakter diri sendiri: "hati yang berani dan pikiran yang berhati-hati."

* Keinginan terbesar: "semua orang mengasihi Tuhan dan satu sama lain."

* Tujuan hidup: membagikan kasih kepada Tuhan dan pada semua orang di dunia.

Dari kisah Akiane, kita bisa belajar bahwa Tuhan ada dekat dengan kita dan Tuhan Yesus telah menyatakan kasih dan kuasaNya atas manusia melalui diri seorang anak luar biasa ini yang sangat mengasihi Tuhannya. Tuhan itu nyata! Tuhan telah menciptakan galaksi, bumi, manusia dan surga yang begitu luar biasa di mana Dia ingin kita hidup dalam kasihNya dan bertemu denganNya di surga. Tuhan itu nyata dan Tuhan Yesus bukanlah manusia biasa, dia adalah Tuhan bagi Akiane dan Tuhan bagi setiap manusia. Tuhan Yesus adalah wujud Allah yang mengasihi kita, apabila Anda belum mengenal Tuhan Yesus dan belum menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat Anda.


Sebuah doa:
Kami percaya kepada_mu ya Bapa, atas segala karunia, anugerah yang selalu Kau limpahkan ke dunia ini, kepada insan makhluk yang telah kau ciptakan. segala sesuatu memang ada waktunya dan segala sesuatu menjadi rahasia kehidupan dimana Engaku tahu dan kamipun mengerti Bahwa:
TIDAK ADA YANG MUSTAHIL BAGI-MU !!!!"

Amin



Selasa, 17 Maret 2009

MENGUAK PERSELINGKUHAN PRIA DAN WANITA

(Sebuah ikhtisar yang diperoleh dan diambil
dari berbagai sumber)

Bukan satu hal yang mustahil dan menjadi satu fenomena global dalam wacana pembinaan relasi personal antara dua individu yang sudah mengikrarkan komitmen untuk saling mencintai dan membina kebersamaan, bahwa perselingkuhan secara sadar ataupun tidak sadar menjadi trend ketika pergaulan dan relasi menjadi kian fleksibel dan dinamis.
Perselingkuhan sudah menjadi satu fenomena yang tidak bisa dilepaspisahkan begitu saja dari ikatan hubungan antara dua individu, pria dan wanita dan menjadi momok untuk hubungan tersebut.

BEBERAPA TIPE PERSELINGKUHAN

1. The exit affair
Perselingkuhan ini terjadi dengan alasan yang jelas bahwa menginginkan lepas dari pasangannya. Saat ada masalah dengan pasangannya, dia tidak akan menyelesaikannya namun langsung berselingkuh sebagai cara melepaskan diri dari masalahnya.
2. The thrill affair
Pelaku perselingkuhan dalam hal ini merasa selingkuh itu indah. Pelaku senantiasa menjadikan perselingkuhan sebagai hal yang menyenangkan sekalipun di dalamnya terselingi perasaan khawatir ketahuan pasangannya.
3. The boat rocking affair
Jenis perselingkuhan ini dikarenakan tidak adanya kepuasan dalam menjalani hubungan.
4. The three`s company affairs
Pelaku perselingkuhan ini bisa bertahun-tahun menjalani hubungan gelapnya. Parahnya si pelaku selalu tidak puas dengan satu perselingkuhan. Baginya orang ketiga adalah hal yang nyaman sebagai tempat untuk menyalurkan emosi-emosinya.

Tahun 1988 pernah diadakan penelitian oleh dr. Naek L. Tobing yang hasilnya menyatakan bahwa “sebanyak 69% pria Jakarta yang sudah menikah melakukan hubungan di luar nikah dan 37% para pria-pria tersebut melakukannya dengan gadis-gadis yang memang bersedia menjalin hubungan dengannya”.

Tahun 1993 di Amerika serikat terdapat penelitian oleh Janus dan Janus kepada 1347 laki-laki dan 1418 wanita dan diperoleh hasil 33% laki-laki dan 25% wanita pernah melakukan perselingkuhan.

Ternyata perselingkuhan bisa saja dilakukan oleh semua orang tanpa melihat gender, meski prosentasenya tidak sama. Hal yang aneh tapi nyata, ketika sudah ada komitmen dari masing-masing individu atau pasangan tapi masih saja ada perselingkuhan. Ini bukan hal mustahil memang, suatu kenyataan yang mau tidak mau harus diakui dan menjadi satu tolok ukur serta proporsi yang dianggap bisa menghancurkan rumah tangga itu sendiri. Pantas menjadi pertanyaan di benak masing-masing kita : Mengapa ini semua sampai terjadi?? Apa yang membuat masing-masing pasangan menjadi rentan untuk melakukan perselingkuhan?

BOSAN!! Apakah kebosanan adalah alasan yang tepat untuk berselingkuh? Namun apakah wajar jika kebosanan itu dilampiaskan dengan mencari pasangan lain sementara telah memiliki komitmen dengan orang lain? Rapuhnya suatu hubungan seperti telah hilangnya kemesraan di antara pasangan, terlalu sering meninggalkan pasangan atau terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing, kehidupan dalam hubungan terlalu monoton juga dapat menyebabkan kebosanan pada pasangan yang juga dapat menjadikan celah masuknya orang ketiga dalam hubungan, begitu juga sikap yang posesif dan rasa cemburu yang besar tanpa ada alasan yang benar dapat menjadi pendorong keinginan mencari pasangan lain.

Telah hilangnya rasa kepedulian terhadap pasangan juga dapat menimbulkan kerapuhan dalam hubungan. Tidak adanya lagi rasa saling menghargai dan perhatian terhadap pasangan. Misalnya pasangan diam karena mendapat suatu masalah di kantornya, tetapi anda tidak merasakan perbedaan itu dan anda tetap cuek merasa semua seperti biasa adanya. Sebuah perhatian jelas akan menambah hubungan semakin berkesan.

Jadilah seorang pasangan, bukan seorang pembantu. Ini bisa disebut sebagai pengabdian seorang istri terhadap suami. Merasa sebagai istri yang baik itu harus melayani suami, selalu setia, mendukung segala hal yang dilakukan suami, pintar memasak, jadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, perhatian terhadap suami dan anak tanpa henti dan siap sedia untuk keluarganya, pokoknya menjadi istri yang dipandang orang sebagai istri yang sempurna, namun justru karena itulah suami menjadi bosan, sebab istri hanya mampu melayani, mendukung apapun keputusan suami dan menurut apapun kehendak suami tanpa bisa memberi motivasi maupun kritikan di saat salah. anda bukan PEMBANTU, yang kerjaannya meladeni majikannya, tetapi anda pasangannya yang dapat memotivasi saat lemah, menegur saat khilaf, dan berjalan berdampingan saling menyeimbangkan. Karena dalam hubungan butuh pengertian dan perhatian yang seimbang, bukannya timpang yang hanya berat sebelah. Anda adalah parner hidup pasangan anda, anda juga berhak memiliki pasangan anda dan juga berhak memiliki kehidupan anda yang dapat menjadikan anda sebagai pasangan yang tidak dipandang sebelah mata oleh pasangan.
Kelancaran komunikasi dalam suatu hubungan juga sangat penting. Hindari terlalu banyak mengeluh terhadap pasangan, karena itu dapat menimbulkan kebosanan karena pasangan akan merasa dia tidak pernah benar bertindak bagi pasangannya. Ciptakan komunikasi yang menyenangkan dalam hubungan sangat penting dalam menjaga kerekatan hubungan.
JALAN MENUJU PERSELINGKUHAN

Adalah hal yang wajar, jika pada suatu saat pasangan mengetahui pasangannya berselingkuh, umumnya reaksi suami atau istri pasti frustasi atau kecewa berat. Sebab, faktor kepercayaan yang paling utama dalam hubungan dua orang suami atau istri telah dilanggar. Rata-rata mereka yang tersakiti akan bertingkah laku agresif. Artinya, menyatakan kekecewaan dengan menyerang dan menyakiti fisik atau perasaan orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal. Tingkah laku agresif verbal misalnya mengucapkan kata-kata yang langsung menyakiti atau lewat sindiran-sindiran pedas. Sementara tingkah laku nonverbal antara lain berbentuk penyerangan fisik, ngambek, mogok bicara, mogok berfungsi sebagai istri atan suami, dan sejenisnya. Selain itu, orang yang frustasi bisa menampilkan tingkah laku blocking dalam bentuk depresi atau murung, sedih yang berkepanjangan. Yang jarang terjadi, si pasangan bertingkah laku adaptif rasional, yaitu tanpa emosi negatif yang berlebihan seperti marah, murung, jengkel, dan lain-lain. Ia berusaha memahami mengapa pasangannya melakukan perselingkuhan. Lalu mencari alternatif pemecahannya. Sedangkan pihak yang berselingkuh, setelah perbuatannya diketahui pasangan, biasanya langsung bereaksi defensif. Pertama-tama ia akan dengan keras tidak mengakui perbuatannya. Dengan berbagai dalih mempertahankan diri, tak mungkin dirinya berselingkuh. Namun, setelah disajikan bukti-bukti nyata, ia akan menyerang balik dengan menyalahkan pasangannya sebagai penyebab perselingkuhan. Misalnya, menyalahkan sikap dan perbuatan pasangannya yang begini dan begitu. Bila suami yang berselingkuh, ia akan kebingungan dan stres berkepanjangan. Hal ini karena rasa tanggungjawabnya. Dia tak bisa meninggalkan istri dan anak-anaknya, juga sulit melepas WIL-nya. Kecuali salah satu dari mereka, istrinya atau WIL-nya, ngotot untuk berpisah. Sebaliknya, bila istri yang berselingkuh, ada yang sampai tega meninggalkan keluarganya.

Hal ini dapat dipahami, karena dalam hal bercinta, perempuan menganut penyerahan total. Meski memang ada pula pihak istri peselingkuh yang kembali pada suami dan anak-anaknya. Pada dasarnya faktor penyebab yang mendorong pria melakukan hubungan seksual dengan wanita lain, sama saja dengan faktor yang mendorong wanita melakukan hubungan seksual dengan pria lain. Ada beberapa faktor penyebab. Pertama, tidak mendapat kepuasan seksual dari pasangannya. Kedua, tidak mendapat apa yang diinginkan yang berkaitan dengan aktivitas seksual. Ketiga, pasangan tidak di tempat atau kesepian. Keempat, jemu dengan pasangan. Kelima, ingin mencoba dengan orang lain.
Jadi, kalau di pihak pria dapat terjadi hubungan seksual dengan wanita lain, di pihak wanita pun dapat terjadi hubungan seksual dengan pria lain. Dulu memang pria saja yang dianggap mau dan dapat melakukan hubungan seksual dengan wanita lain, sedangkan wanita dianggap tidak mau.

Anggapan masa lalu itu tampaknya lebih dipengaruhi oleh anggapan salah yang menempatkan wanita hanya sebagai makhluk aseksual dan sebagai objek seksual pria. Selain itu, memang ada restriksi atau pembatasan bagi wanita, khususnya yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kehamilan. Namun, dengan beredarnya kontrasepsi, salah satu restriksi itu tidak ada lagi.

ALASAN WANITA BERSELINGKUH

1. Kurang Perhatian
Merupakan masalah besar bagi para wanita, apalagi setelah melakukan perubahan, pasangan tidak mengenali. Dengan rambut panjang dia bosan, eh dipotong pendek dia tidak juga memperhatikan. Nah, begitu orang lain justru terkagum-kagun dengan perubahan itu, tersanjunglah hatinya.
2. Perbedaan Nilai
Kesamaan dan berbedaan nilai-nilai dasar yang dianut, memang memiliki kontribusi terciptanya perselingkuhan. Kalau nilai-nilai tersebut sudah sama, untuk apa mencari yang lain. Namun adanya perbedaan inilah yang akhirnya menjadi pemicu.
3. Perubahan
Pasangannya tidak lagi berpakaian serapih saat pacaran dulu, atau tidak sewangi saat kencan pertama. Karena merasa telah memiliki wanita pendamping, ia tidak lagi merasa butuh untuk melakukan sesuatu yang berkesan. Tiba-tiba saja, rekan kerja tampak lebih keren dari biasanya,
4. Perhatian Dari Yang Lain
Terkadang, ada getar yang berbeda saat mendapat perhatian dalam pria selain pasangan. Dengan menelusuri kenapa bisa terasa berbeda, wanita jadi terjebak dalam suatu kondisi ia menyukai cara orang lain memperhatikan dirinya.
5. Dia Yang Duluan
Membalas sakit hati, akibat perselingkuhan pasangannya. Sekalipun wanita lebih banyak menyimpan dalam hati, namun tidak sedikit juga yang berani untuk 'menyamakan' langkah.
6. Memang Sudah Bakat
Kemapanan adalah yang diinginkan semua wanita. Secara moril dan materil. Nah, kalau materi sudah menjadi prioritas, dan dimiliki oleh wanita bertipe social climber, agak sulit untuk mengharapkan dia untuk setia. Akan sealalu ada yang lebih baik untuk dikejar dan dimiliki. Dan seterusnya begitu....

Dari sumber lain yang diperoleh mendeskripsikan alasan-alsan wanita berselingkuh yang substansinya sama dan dijabarkan secara berbeda:
1. Balas Dendam
Kalau Anda mengkhianati cintanya, dia juga bisa melakukannya, bahkan lebih hebat dari Anda. Kalaupun sampai ketahuan oleh Anda, mungkin memang dia sengaja. Masing-masing perempuan memang punya caranya sendiri dalam menghadapi perselingkuhan yang dilakukan kekasihnya dan patah hati yang dirasakannya. Dia bisa melakukannya sembunyi-sembunyi di belakang Anda, bisa juga sengaja “memamerkannya”..
2. Urutan kesekian
Layaknya seorang kekasih, si dia ingin selalu jadi nomor satu dalam hidup Anda. Bukan nomor dua, apalagi nomor-nomor berikutnya. Dialah prioritas dan ratu di hati Anda.
3. Kekerasan
Kini, banyak perempuan yang makin sadar pentingnya penghargaan atas dirinya sendiri, salah satunya dengan bersikap tegas ketika pasangannya melakukan tindak kekerasan (umumnya secara fisik) kepadanya. Mungkin awalnya dia akan mencoba bertahan, tapi bila Anda kembali mengulangi tindakan Anda ini, mereka akan meninggalkan Anda. Mereka yakin, masih banyak pria lain yang bisa menghargainya jauh lebih baik daripada Anda.
4. Hambar
Perempuan menyukai hal-hal detail, misalnya hari ulangtahunnya, hari jadi Anda berdua, atau hal-hal istimewa lainnya. Hati-hati bila Anda menganggap semua ini sebagai hal remeh, apalagi bila selama ini si dia selalu mengurus semua kebutuhan dan rela berkorban demi Anda. Bila Anda tak pernah menghargai apa yang sudah ia lakukan untuk Anda dan mengabaikan hal-hal yang dianggapnya penting, bersiaplah menghadapi pertengkaran hebat.
5. Seks
Meski Anda kaya dan selalu memberinya perhatian penuh, ketidakpuasannya dalam urusan seks tak bisa diabaikan begitu saja. Ini berbahaya bagi sebuah perkawinan. Karena itu, segera cari solusinya.
6. Cadangan
Ketika putus cinta, umumnya perempuan lebih “menderita” menghadapi hari-harinya yang panjang sebelum akhirnya ia bangkit lagi. Karena itu, ketika melihat tanda-tanda hubungan yang dijalaninya tidak bisa dipertahankan lagi dan akan segera berakhir, bukan tak mungkin ia mulai mencari pengganti Anda. Jadi, kalau Anda memang benar-benar mencintainya, perbaikilah hubungan Anda segera.
7. Pria bermasalah
Maksudnya, banyak hal-hal di sekeliling Anda yang membuat pasangan Anda merasa “gerah” dan ikut menanggung “beban” itu. Sebab, selain menjalin hubungan dengannya yang tentunya tak lepas dari masalah, Anda juga masih harus menangani mantan kekasih Anda yang terus “meneror”, keluarga yang selalu ikut campur pada urusan Anda, belum lagi ulah teman-teman yang melibatkan Anda dalam masalahnya. Akan makin lengkap "penderitaannya" bila Anda termasuk anak mama. Alih-alih memberi perhatian dan berbagi kasih sayang dengan kekasih, Anda malah sibuk sendiri.
8. Hubungan jalan di tempat
Umumnya, ketika menjalin hubungan dengan pasangannya, perempuan menginginkan adanya hubungan yang berkomitmen yang berujung pada pernikahan. Bila hubungan yang dijalani sudah sekian lama, tapi tak ada peningkatan ke jenjang berikutnya, mereka akan berpikir Anda tidak menginginkan hubungan ini berlanjut. Jadi, buat apa menunggu Anda lebih lama?
9. Bosan
Hal yang satu ini bisa muncul karena dia terperangkap rutinitas di rumah atau hubungan yang Anda jalani dengannya membosankan baginya karena Anda tak memberinya perhatian yang dia harapkan dan waktu Anda lebih banyak dihabiskan untuk hal lain ketimbang bersamanya. Padahal, perempuan menyukai kejutan dan selalu ingin dianggap istimewa.
10. Hubungan tidak seserius yang diduga
Awalnya mungkin Anda memang senang menjalani hubungan dengannya, tapi ternyata Anda tidak menikmati dan tak merasa ingin terikat dengannya. Tak heran bila Anda masih mencoba “melirik” sana-sini, padahal dia sudah menyerahkan seluruh perasaannya kepada Anda.

ALASAN PRIA BERSELINGKUH

Memang selalu ada kilah yang bisa dimanfaatkan pria untuk menjelaskan perselingkuhan mereka. Di antaranya dengan mengutip penjelasan psikiatris Dr. Raj Persuad dari Australia. Katanya, pria berselingkuh tidak untuk menikmati seks yang lebih menggebu-gebu dengan wanita yang lebih muda, lebih langsing, dan lebih aduhai. Percaya? Mungkin saja bukan?
Namun, adalah sebuah keajaiban yang disodorkan oleh analisa sebuah survey. Bahwa pria melakukan perselingkuhan tidak semata karena seks! Sebuah survei di majalah Playboy mendapati, tidak ada kaitan antara kualitas seks dalam perkawinan dengan setia tidaknya seorang pria. Alasan sesungguhnya mengapa pria menyeleweng adalah kurangnya keintiman emosi dan merasa kurang dicintai atau kurang memiliki rasa gembira. Ditambahkan pula, menurut riset, ada empat wilayah pada benak pria yang sangat mungkin disalah mengerti oleh wanita sehingga, tanpa disadari, akan menempatkan perkawinan mereka dalam risiko.
Artikel dalam GoodMedicine, mengatakan bahawa keempat wilayah itu adalah:

1. Stres Berat
Pria berselingkuh bukanlah karena oversex, tetapi overstress. Begitu kata Dr. Persuad. Maksudnya. bila wanita bertemu teman wanitanya saat dalam keadaan stres, teman wanitanya akan merasakannya dan berusaha menghiburnya, mencoba membantu menghilangkan kecemasannya, tanpa diminta. Dan upaya-upaya itu akan sangat berguna. Bagi pria, mengungkap stres yang dimiliki berarti mempertontonkan kerentanannya, dan itu bukan sesuatu yang membuat pria gembira. Cara seperti itu bukanlah bagian dari kultur kompetitif pria. Pria memang sering mengalami stres, tetapi menghadapinya dengan cara yang berbeda, cara yang bagi wanita mungkin terdengar menggelikan. Suatu survei yang dilakukan oleh tim peneliti dari Leeds University, Inggris, guna menyelidiki kegemaran favorit pria, yaitu minum bir seusai pulang kerja mendapati bahwa hanya 9,5 persen saja dari mereka yang benar-benar menikmati minuman itu. Sebagian besar dari mereka, yaitu 85 persen, minum untuk menghilangkan stres. Karena itu, wanita tak perlu merasa diabaikan bila suaminya memilih mengerami persoalannya sendiri dan tidak mengungkapkan perasaannya. Cukup perhatikan saja apakah taktik yang dipakai suaminya untuk meredam stres itu berhasil atau tidak, sambil bersiap-siap mendengarkan bila terlihat ia sudah siap bicara.

2. Tak Ingin Terlihat Lemah
Pria tidak mau mendongeng bagi anaknya di kamar tidur. Tidak mau mencuci. Selalu istrinya yang harus berinisiatif dengan bertanya ke mana mau pergi untuk liburan. Tidak mau pula mengerjakan permintaan istri untuk membereskan hal-hal sepele di seputar rumah.
Bagi istri, suami seperti itu tampak sangat malas dan tidak peduli, sehingga membuatnya jengkel. Padahal, lebih dari itu, kemungkinan besar pria itu merasa tak sanggup mengerjakan semua permintaan istri dengan baik. Untuk diketahui saja, sebenarnya seorang pria butuh perasaan kompeten atau mampu, dan gemar memperoleh pujian atas apa yang berhasil dilakukannya dengan baik. Pria ingin merasa seperti jagoan. Bila suatu kegiatan membuat mereka merasa lemah, bodoh, tidak berdaya, mereka tak ingin melakukannya. Karena itu, seorang istri tak perlu mengawasi dan membuntuti suaminya untuk memastikan semua yang diperintahkan benar-benar dikerjakan. Sebaliknya, hujanilah suami dengan pujian, betapa pun tampak repot upaya yang dilakukannya untuk memenuhi permintaan istri. Pujian seperti ini perlu diupayakan dua kali lipat oleh istri saat berada di tempat tidur bersama suami.

3. Beda Level
Mate Value Discrepancy (MVD), artinya kira-kira Kadar Kesetaraan Pasangan, merupakan suatu hal yang tidak sopan dibicarakan oleh terapis dan biro konsultasi perkawinan ternama. Untuk sederhananya saja, MVD adalah suatu upaya ilmiah untuk menguantifikasi apa yang terjadi ketika seseorang yang sangat rupawan menikah dengan seseorang yang, katakanlah, sangat kurang rupawan. Banyak pasangan yang dalam hal penampilan wajah ini levelnya hanya beda sedikit. Meski begitu, selalu saja ada yang beda levelnya njomplang.
Suatu temuan penelitian yang sangat mengusik belum lama ini mengatakan, bila pihak wanita dalam suatu pasangan suami istri jauh lebih rupawan ketimbang sang pria, wanita itu jauh lebih berkemungkinan untuk berselingkuh ketimbang bila sang pria yang jauh lebih rupawan ketimbang sang wanita. Jadi, terus terangnya saja, bila sang pria lebih rupawan, dia sebenarnya lebih bisa dipercaya ketimbang bila pihak wanita yang lebih rupawan. Kata Dr. Persuad, dari pengalaman praktiknya, ada saja wanita-wanita yang datang mengeluhkan kekesalannya karena setelah sekian lama, ternyata pasangannya yang kurang rupawan bukanlah orang yang mereka inginkan atau dambakan.
Dalam pergaulan sehari-hari, kekesalan seperti ini pasti terkomunikasikan secara halus atau terang-terangan kepada pasangannya, sehingga membuat hubungan mereka menjadi tidak manis lagi. Dari situ, ada kemungkinan pihak pria lalu akan merasa satu-satunya cara untuk menunjukkan kerupawanannya adalah dengan berada di pelukan wanita lain.
4. Ingin Merasa Penting
Ini mungkin juga merupakan persoalan klasik. Wanita yang sudah sedemikian berhasil membuat pria mudah merasa tertinggal. Perasaan mandiri yang besar pada wanita akan membuat pria merasa mereka tidak memiliki peran penting dalam kemajuan yang diperoleh pasangannya dalam hidup. Hubungan yang kuat didasarkan pada perasaan dua belah pihak bahwa mereka masing-masing memiliki peran yang satu sama lain saling berpengaruh. Bila ini tidak terjadi dalam suatu perkawinan, sudah saatnya untuk menciptakan keseimbangan tersebut, sehingga tidak ada yang merasa tertinggal dalam hubungan itu. Mau tak mau, persoalan diatas perlu diatasi secara bertahap agar terjadi penyelesaian yang menyeluruh, sehingga tidak terjadi perselingkuhan. Akan tetapi bagaimana jika memang perselingkuhan itu tetap terjadi? Apa saja tipe perselingkuhan yang ada di muka bumi ini? Kita harus melihat dulu dasar dari terjadinya perselingkuhan. Biasanya selingkuh adalah tanda adanya keinginan untuk perubahan. Ada sesuatu dalam diri pasangan atau dalam hubungan yang sedang dijalani, tidak sesuai dengan harapan. Dan perselingkuhan memicu perubahan tersebut. Perselingkuhan tidak melulu soal seks. Keintiman yang terjadi antara dua orang dan melanggar kepercayaan pasangannya bisa merupakan sebuah affair. Berikut tipe-tipe perselingkuhannya.

Deskripsi alasan ini juga diperoleh dari beberapa sumber juga, yang isinya sama dengan pengejahwantahan yang berbeda:

1. Sexual Drive
Pasangannya sudah tidak lagi memiliki gairah yang sama. Karena wanita dianggap monoton sebuah hubungan jangka panjang, atau enggan untuk mencoba gaya baru. Namun bisa juga, para pria menginginkan servis yang berbeda, namun takut merusak image 'wanita baik-baik' yang disandang istri mereka. Jadi mereka menyerahkan tugas tersebut kepada para 'selir
2. Dia Yang Duluan
Pria berselingkuh, karena pasnagannya telah lebih dahulu berselingkuh. Untuk memaafkan tidaklah mudah, dan dengan desakan ego, maka perselingkuhan dibalas dengan perselingkuhan.
3. Menantang
Beberapa pria tidak bisa melupakan nikmatnya dalam memburu, mengejar dan menaklukkan wanita. Tantangan untuk bisa membuktikan pesona diri, membuat dirinya sulit untuk bisa menikmati 'citarasa' yang sama dalam kurun waktu yang sama.
4. Beginner's Luck
Kalau pernah sekali berselingkuh dan tidak ketahuan oleh pasangan, ada celah untuk berselingkuh untuk kedua kalinya. Tertantang oleh kemampuan untuk menutupi jejak, sehingga tentu ada godaan dalam diri untuk melakukan hal yang sama, bahkan berulang-ulang. Tapi memang sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat akan jatuh juga.
5. Terpacu Ego
Tidak ada yang lebih mendongkrak rasa percaya diri daripada kenyataan bahwa masih ada wanita yang tertarik secara seksual selain pasangan tetap.
6. Kesempatannya Ada
Tidak ada kucing yang menolak ikan", itu anekdot yang acap disejajarkan untuk para pria yang mata keranjang. Namun memang godaan yang bisa datang darimana saja atau kapan saja selalu dijadikan alasan pria untuk berselingkuh, ya karena digoda itu ...... !!


CARA MENGATASI PERSLINGKUHAN
Pertama-tama, jika memang telah terjadi perselingkuhan maka masing-masing pihak harus mengelola emosinya. Dalam keadaan emosi tinggi, bukannya penyelesaian yang akan terjadi, melainkan pertengkaran yang tambah meruncing. Bila emosi dalam keadaan rendah, masing-masing pihak akan sabar dan mau mendengar secara utuh serta memahami pihak lain. Masing-masing juga mau mengungkapkan pendapat serta perasaannya tanpa menyakiti hati pihak lain. Setelah memahami pihak lain, selanjutnya ditinjau ulang pemahaman tentang tujuan berkeluarga. Apabila tujuannya sama, misalnya membesarkan dan mendidik anak untuk menjadi manusia dewasa yang berguna, barulah didiskusikan berbagai alternatif jalan keluar dari permasalahan itu. "Satu hal yang perlu diperhatikan, jagalah kesabaran. Perubahan tidak akan terjadi seperti membalikkan telapak tangan. Bisa terjadi sebulan, berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun atau berpuluh tahun." Berdasarkan pengalaman, setelah jalan keluar ditemukan, pihak yang diselingkuhi biasanya menuntut terjadi perubahan dengan cepat dan segera. Padahal, sikap itu akan membuat masalah kembali ke titik nol. Jadi, sikap sabar akan sangat, sangat membantu.

Menurut American Association for Marriage and Family Theraphy 25 persen pasangan menikah sulit mengatasi masalah ini. Tetapi dengan dukungan keluarga, teman, ahli terafi dan pengertian diantara pasangan sendiri tidak menutup kemungkinan pasnagan mengakhiri perselingkuhan untuk kembali membangun hubungan yang lebih kuat.
Berikut delapan langkah yang bisa dilakukan apabila perselingkuhaan tengah menghinggapi hubungan Anda:
* Hal terpenting yang Anda harus lakukan adalah menghentikan kebiasan buruk tersebut karena anda tidak bisa hidup dalam hubungan jika kaki sebelah Anda berada di luar pintu.
* Ingat tidak mudah mengawali hubungan setelah terjadi perselingkuhan karena itu wajar apabila jalan menuju perbaikan akan mengalami pasang surut.
* Perlu pembicaraan terbuka mengenai apa yang terjadi sehingga diketahui akar masalah untuk perbaikan di kemudian hari.
* Siap menerima tanggung jawab atas ulah yang telah dilakukan meskipun mungkin terasa tidak adil.
* Ada keinginan untuk berjanji dan membuat komitmen bahwa selingkuh tidak akan pernah terjadi kembali.
* Orang yang melakukan affair sebaiknya mengkaji alasan pribadi yang mendorong penyimpangan ini dan memikirkan apa yang perlu dirubah untuk menghindari godaan di kemudian hari.
* Sebagai langkah ke depan, keduanya perlu memiliki tanggung jawab membangun fondasi hubungan yang baru.
* Tidak ada salahnya berkonsultasi dengan ahli terapi untuk membantu mengembalikan hubungan kembali ke tracknya.


TIPS MENCEGAH PERSELINGKUHAN
-. Terbuka-kejujuran dalah kunci untuk menghindari perselingkuhan. Saling membagi perasaan dengan pasangan dan selalu mendukung satu sama lain.
-. Kedekatan - buat dan pelihara keintiman baik secara emosi dan seksual dengan pasangan. Semakin dekat Anda, semakin kuat pula Anda.
-. Smart - jangan terjebak pada kepuasan, manusia tidak luput dari godaan.
-. Waspada - ketika Anda merasa tertarik pada seseorang, segera ambil jarak sebelum muncul perasaan lebih dalam.
-. Jaga sikap - kalau Anda merasa diri Anda mudah membuat orang tergoda ; ingatlah, kalau tidak ingin terbakar, jangan main api

Mungkin anda tergoda untuk melakukan perselingkuhan atau mungkin anda sedang melakukan perselingkuhan BERHENTILAH!!!! Tidak bakal ada hal yang bisa menajdi lebih baik dalam setiap hubungan pasangan kalau dengan segala cara dan daya upaya membuat kita lebih mencintai pasangan masing-masing!

Atau anda korban dari perselingkuhan pasangan anda? Sesuatu yang lebih baik: MENGOREKSI DIRI! Dan ajukan sebuah kenyataan perilaku untuk lebih memberikan seutuhnya diri anda kepada pasangan anda. Penerimaan yang baik dan kesabaran memutlakkan apa yang dipikir sebagai hal yang seharusnya akan berjalan sebagaimana mestinya dan kehidupan berumah tangga, kehidupan bersama pasangannya.. Ini tantangan terberat. Tapi apa salahnya kkalau dilakukan.Dan ini tidak menunjukkan kelemahan kita tetapi keberanian dan kemenangan diri sebagai pribadi manusia yang tegar dan perfect!!!satu KEBAHAGIAAN DIRI yang yang sudah seharus dimaknai secara terus menerus.. Dan kembali sebagai makhluk ber-Tuhan hanya satu: “Penyerahan diri dalam setiap masalah, KEPADA-NYA”


(tulisan ini merupakan kumpulan dari berbagai sumber dan secara pasti menjadi inspirasi untuk melakukan penelitian sekaligus proses mencoba menggarap materi dalam konseling perkawinan/hubungan inter-intra personal/keluarga, so thanks so much kepada yang sudah mempublikasikan lebih dahulu, membuat tulisan-tulisan yang bisa diambil/dicopi, don’t be angry coz I am be late to have your’s permissions, n juga belum dicantumkan sumbernya. One more again, thanks).

MENDETEKSI WANITA BERSELINGKUH

TULISAN INI untuk laki-laki. Tapi kalau perempuan membacanya, ada bagusnya juga. Bagi laki-laki yang punya pasangan, hati-hati. Karena perempuan adalah makhluk yang pandai menyimpan rahasia dan perasaannya. Nah, kalau tanda-tanda yang dibawah ini sudah Anda baca, perhatikan baik-baik gerak-geriknya. Bisa jadi, dia sedang selingkuh dengan cara yang paling halus. So, laki-laki perhatikan kiat-kiat menangkalnya.

1. Dia menyimpan banyak rahasia

Biasanya si Dia mulai tertutup dan jarang bercerita pada Anda. Apalagi bercerita tentang kegiatannya sehari-hari. Tentu saja karena ada pria lain yang muncul dalam hidupnya. Ia takut kalau-kalau kelepasan membicarakan pria tersebut, atau tanpa sengaja, ia bercerita tentang sesuatu yang mengarah pada pertemuan dengan pria itu. Jadi, si Dia memilih untuk diam dan tidak terbuka pada Anda.

Cara membongkarnya: Jangan menunggu si Dia bercerita, minta si Dia bercerita tentang kegiatannya sehari-hari, atau pancing si Dia untuk bercerita secara detil dengan mengikuti alur ceritanya dan aktif bertanya -tanpa terkesan seperti menginterogasi. Anda harus bisa mengumpulkan puzzle dari ceritanya, apalagi bila si Dia sudah mulai tebata-bata atau gagap.

2. Dia sangat protektif terhadap ponselnya

Ponsel memang barang yang sangat pribadi bagi setiap orang. Bila wanita memang berselingkuh, pasti ia tidak akan memberikan telepon rumah pada pria barunya itu. Dia akan lebih sering berkomunikasi melalui telepon genggam karena lebih aman. Dan akhirnya, ia akan menjadi lebih protektif terhadap ponselnya, karena takut ketahuan Anda.

Cara membongkarnya: Cobalah untuk tidak terkesan ekstrim dengan mengecek isi ponselnya. Gunakan cara yang lebih sopan: pinjamlah ponselnya dengan alasan ponsel Anda sedang tidak ada pulsa atau kehabisan baterai. Anda bisa menggunakan trik mengirim pesan, namun sebenarnya Anda sedang memeriksa kotak masuk pesan singkat di ponselnya.

3. Dia sering berdandan -bukan untuk Anda

Ini paling mudah untuk ditebak. Wanita selalu ingin tampil sempurna dan tampak cantik dihadapan orang yang sedang ia dekati atau untuk mendapatkan pujian orang lain. Bila si Dia tiba-tiba berdandan berlebihan, padahal sedang tidak ada rencana untuk pergi bersama Anda, maka Anda boleh mulai curiga. Dandanan wanita untuk bertemu dengan teman-teman wanitanya biasanya berbeda dengan saat ingin bertemu dengan pria -Anda tentunya tahu akan hal ini.

Cara membongkarnya: Tawarkan untuk mengantarkan ke tunjuannya, atau tanyakan padanya mengapa Dia belakangan ini sudah tidak pernah berdandan secantik itu saat sedang pergi dengan Anda. Perhatikan reaksinya. Anda pasti akan tahu bila si Dia berbohong.

4. Tidak fokus pada Anda

Siapa pun tidak sanggup membagi dua hatinya apalagi perhatiannya terhadap pasangan. Apalagi si Dia. Jika pikiran wanita sudah terbagi, Anda pasti bisa merasakan kalau si Dia tidak lagi terlalu perhatian pada diri Anda. Dan ini pertanda buruk. Si Dia biasanya menjadi lebih sering melamun, atau menyendiri.

Cara membongkarnya: Perbanyak komunikasi, tanyakan padanya baik-baik apa yang mengganjal pikirannya. Anda bisa langsung menyerangnya dengan pertanyaan apakah si Dia sedang memikirkan pria lain dalam hatinya atau tidak. Dan bersiap-siaplah untuk kemungkinan terburuk.

5. Dia menjadi sangat sibuk

Mungkin inilah alasan klasik yang sering diutarakan para wanita -dan Anda- untuk menghindar dari pasangannya. Mereka jadi seperti punya banyak kegiatan yang mengada-ada, dan selalu menghilang dari Anda dengan alasan sibuk. Dan si Dia mulai kehilangan waktu luang untuk bersama dengan Anda, karena sebagian waktunya kini ia gunakan untuk bertemu dengan orang lain.

Cara membongkarnya: Minta si Dia untuk mengajak serta Anda saat bepergian atau beraktivitas. Bila si Dia menolaknya, mulailah untuk memberi si Dia batasan. Larang bila memang sudah keterlaluan, karena Anda sebagai pasangan berhak untuk melakukannya. Jika si Dia marah-marah atau mulai protes, Anda perlu menyelidikinya lebih lanjut.



(diambil dari beberapa sumber, lihat juga tulisan yang akan datang)

CIVIL SOCIETY VS ETNISITAS: Apakah ini sebuah Utopia?

ABSTRAKSI
Pemberdayaan masyarakat Indonesia yang mengacu kepada civil society merupakan sebuah gerakan yang saat ini menjadi salah satu wacana dalam pembangunan bangsa menuju peradaban rakyat. Di sini bangsa Indonesia yang memiliki keragaman suku bangsa dan budaya merupakan satu tantangan tersendiri dalam pemberdayaan civil society. Namun hal itu bukanlah satu tantangan berarti ketika ada kesatuan persepsi yang terangkum dalam satu pandangan sebagai bangsa Indonesia. Hal tersebut yang melatar belakangi penulisan ini. Pembahasan ini bertujuan untuk melengkapi strategi pemberdayaan civil society yang sudah diaplikasikan dan memberikan satu dasar pemberdayaan yang lebih kultural sehingga dapat meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di era perkembangan global dewasa ini.

Tendensi konseptual perihal konsep civil society dan etnisitas ini, dijelaskan oleh beberapa ahli dari luar dan kaum intelektual Indonesia yang memiliki perhatian pada masalah pemberdayaan civil society. Bagian ini menjabarkan terminologi civil society. Dijelaskan juga kharakteristik, esensi, dan tantangan-tantangan dalam pemberdayaan civil society itu sendiri. Dalam kerangka pembahasan konsep, wacana etnisitas jabarkan sebagai sebuah konsep yang lebih mengacu pada teori Webber. Pada bagian ini juga dipaparkan tentang indentifikasi etnik di Indonesia dan perkembangan etnisitas dalam sejarah bangsa.

Keseluruhan karya tulis ini dibuat dengan mengolah kepustakaan secara rasional dan argumentatif. Penulisan tidak mengadopsi secara keseluruhan dari konsep yang ditawarkan oleh beberapa ahli tetapi lebih pada penjabaran dan pemahaman konsep. Dari informasi yang diperoleh dinyatakan bahwa keberadaan etnosentrisme selalu menghalangi pemberdayaan civil society. Namun ada juga yang menyatakan bahwa etnosentrisme tidak menghalangi pemberdayaan bila dilihat dari implikasi etnisitas. Konsep ini kemudian dianalisa secara rasional dan disimpulkan dalam pernyataan bahwa etnosentrisme tidak selalu menghalangi pemberdayaan civil society tetapi dapat pula mengembangkan civil society itu sendiri.

Kaitan pemberdayaan civil society dalam acuannya dengan wacana etnisitas dijelaskan dalam beberapa hal. Pertama, civil society dan etnisitas dalam sejarah bangsa Indonesia, menjelaskan bagaimana perjalanan sejarah bangsa indonesia yang mencerminkan adanya pemberdayaan civil society dengan mengacu kepada kesamaan visi dan misi di tengah kompleksitas budaya dan suku bangsa. Kedua, etnosentrisme bukan kendala pembentukan civil society, yang menjelaskan tentang keberadaan etnosentrisme bukan hanya menjadi kendala dalam perjuangan dan pemberdayaan civil society. Dan ketiga, bagaimana arah dan prospek civil society dilatarbelakangi oleh adanya aplikasi dari wacana etnisitas ini.

Dari keseluruhan pembahasan dapat disimpulkan bahwa etnisitas dapat menjadi solusi dalam pemberdayaan civil society. Konsep etnisitas ini berlaku ketika bangsa Indonesia menyadari dirinya sebagai satu kesatuan yang digeneralisasikan dalam wacana sebagai etnik Indonesia. Pada bagian ini juga dipaparkan beberapa saran teoritis dan praktis untuk menggenapi wacana pemberdayaan civil society dalam konteks etnisitas sebagai satu solusi dalam peningkatan daya saing bangsa Indonesia dengan bangsa lain.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kita pantas berangkat dari sebuah sejarah. Sejarah bangsa Indonesia telah banyak melukiskan berbagai kenyataan dan pengalaman yang bisa menghadirkan sebuah kedewasaan bangsa. Sejak gerakan reformasi digulirkan, wacana tentang perubahan bangsa mulai dikampanyekan. Satu hal yang menjadi wacana publik adalah civil society (dalam keseluruhan karya tulis ini penulis menggunakan istilah civil society ketimbang istilah lain yang sampai sekarang masih berada dalam perdebatan konsep). Pemikiran ke arah civil society semakin gencar digelar dan dapat disimpulkan bahwa ini lahir dari semacam frustasi sosial akibat tekanan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak dengan rakyat.

Terlepas dari persoalan ini kita mungkin bisa menyimak, mengingat, bahkan mengalami sendiri sebagai rakyat apa yang terjadi saat ini. Mungkin pemerintah benar dengan UU otonomi daerah, dimana setiap daerah diberikan peran tendensial yang memungkinkan adanya kekuatan rakyat untuk berperan sendiri dalam mensejahterakan hidupnya. Namun kenyatan berbicara lain. Pilkada di daerah rusuh, korupsi di daerah, pencabutan hak sebagai gubernur, pemecatan terhadap anggota DPRD tanpa mengacu pada konstitusi, pemberontakan laten terhadap kelompok tertentu dan lain sebagainya telah menjadi berita di hampir semua channell televisi dan mass media lainnya.

Wacana di atas mungkin bisa memberikan satu gambaran tentang bangsa Indonesia secara keseluruhan. Saat ini ketika demokrasi diagungkan, kebebasan sebagai rakyat mulai dimanfaatkan. Kebebasan untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat akhirnya menjadi sebuah pergerakan yang menunjukkan identitas sebagai “rakyat”. Banyak kelompok yang terbentuk, entah itu kelompok etnik maupun kelompok massa lainnya. Kenyataan menunjukkan bahwa kelompok-kelompok itu berada dalam sebuah kendali, cita-cita, dimana tatanan nilai yang diperjuangkan berdasarkan budaya sendiri bahkan akhirnya membentuk sebuah kekuatan frontal yang mengagungkan kelompoknya sendiri.

Kita boleh percaya dan boleh tidak akan adanya kemerosotan moral humanistik yang kini menampilkan dirinya. Melihat gejala ethnic cleaning, genocide di Rwanda, Yugoslavia, Kongo-Zaire, Kamboja, Ambon, Poso, Aceh dan lain-lain, maka kesadaran dan kepastian kita akan daya kekuatan iman dan rasio diguncang keras. Bila kita merefleksikan kenyataan ini bisa kita lihat bahwa kejahatan terhadap jati diri bangsa telah merajalela. Hal ini akhirnya memberikan satu panorama baru bahwa kejahatan menjadi roh baru yang bergerak dan berusaha mencabut peradaban manusia. Kita tidak bisa menghindari kenyataan bahwa ada sesuatu yang salah dengan kemanusiaan kita sebagai sebuah bangsa.

Tragedi Ambon, Poso, Aceh terjadi beradasarkan hal-hal tragis bisa saja terjadi kembali tetapi peristiwa-peristiwa tersebut terlalu cepat berlalu dan terlupakan. Namun perlu disadari bahwa kita ditegur untuk terpaksa bertanya tentang motor penggerak kemanusiaan kita. Di sini juga realitas jati diri sebagai bangsa yang merdeka dan demokratis dipertanyakan. Hakikat keberadaban pun secara sementara pantas berada dalam sebuah kerangka utopia.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar terkadang bisa menghancurkan kesatuan bangsa ini. Keragaman budaya yang telah dipersatukan dalam kompleksitas kebudayaan nasional bukan tidak mungkin telah menjadi bagian yang sulit bahkan menjadi tantangan dalam pembentukan civil society. Etnosentrisme, primordialisme, rasisme bahkan menjadikan segenap rakyat Indonesia berpola pikir sempit dan tidak mau peduli dengan bangsanya sendiri.

Perwujudan sebagai satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa memang sejak tahun 1928 telah dikumandangkan. Bahkan sebelum itu, ketika era kebangkitan bangsa bergulir, hakikat sebagai satu bangsa menjadi landasan perjuangan para pahlawan intelektual masa itu. Memang hal ini bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak sengketa atau konflik dalam kenyataan sehari-hari yang terjadi didasarkan oleh adanya prasangka budaya dan keagungan primordialisme yang membentuk sebuah aliran etnosentris yang negatif (sebuah aliran yang non-univesality).

Mengkaji akan banyaknya keragaman suku bangsa dan budaya Indonesia maka dihadirkan sebuah wacana sebagai pemecahan masalah yang menjadi tolok ukur dalam pemberdayaan civil socety. Bukanlah hal yang mustahil pemberdayaan civil society dibangun dari adanya kesatuan konsep budaya, yang menunjukkan bahwa ini bukan ras tertentu atau etnik tertentu tetapi segenap bangsa Indonesia yang menghadirkan sebuah label sebagai satu etnik bangsa atau satu ras atau satu suku yakni Indonesia. Konsep ini bukanlah sebuah konsep baru tetapi hanya merupakan iktisar dari wacana tentang kebudayaan nasional, kebudayaan yang merupakan rangkuman dari kebudayaan daerah dalam rangka persatuan dan kesatuan bangsa yang dilandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

Keragaman budaya Indonesia dimanifestasikan dalam keragaman pola pikir dan perilaku masyarakat. Masing-masing manusia Indonesia memang berbeda. Namun perbedaan itu bisa disatukan dalam sebuah konteks rasa, pola pikir, dan perilaku sebagai satu kesatuan. Demokrasi yang berkembang di Indonesia memberikan andil untuk perumusan kesamaan persepsi sebagai bangsa. Kajian demokratisasi yang bertolok ukur dari pemberdayaan masyarakat yang beradab memang berjalan sesuai dengan frame yang ada. Namun terkadang para pelaku demokrasi termasuk rakyat sendiri melupakan sebuah identitas bangsa bahwa bangsa Indonesia ini terdiri dari bermacam-macam suku bangsa.

Rakyat Indonesia masih sulit melepaskan tradisi kesukuan di atas pamor primordialisme dan etnosentrisme yang sempit. Logikanya ketika tradisi itu diagungkan maka keangkuhan identitas suatu suku menjadi awal malapetaka sengketa nasional entah itu secara laten maupun terbuka. Ketika keragaman ini ada, adalah sangat benar wakil rakyat mengeluarkan UU otonomi daerah. Akan tetapi kita patut bertanya sudah relevankah keadaan ini dengan struktur sosial kemasyarakatan yang ada ?

Pembentukan civil society dimanifestasikan dalam sebuah aktivitas dan partisipasi masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Di sini masyarakat dapat dikatakan beradab. Namun terkadang keadaan ini malah menghancurkan masyarakat itu sendiri. Generalisasi ini bukannya tanpa fakta. Sterotype dan prasangka masing-masing etnik atau suku atau ras bisa menciptakan chaos.

Kenyataan yang dipaparkan di atas memang bukanlah sesuatu yang baru. Tetapi bagi penulis ini adalah sebuah permasalahan yang faktual sepanjang masa sebelum bangsa ini merasa, berpikir, dan berperilaku sebagai satu bangsa. Memang ini sangat sulit ketika pemberdayaan civil society dibentengi oleh sebuah tradisi kesukuan antar satu dengan yang lainnya. Banyak diskusi dan diskursus yang dilakukan untuk mengangkat permasalahan ini. Namun solusinya masih hanya pada sebuah konsep walaupun kalau dikaji secara konseptual wacana ini sudah ada sejak zaman pra kemerdekaan.

Akan tetapi itu semua bukanlah sebuah ‘sad ending’. Pergerakan demokrasi yang dilabeli oleh pemberdayaan civil society masih berada dalam sebuah usaha ke arah pemberdayaan dan pertumbuhan. Oleh karena itu penulis mencoba mengangkat kembali sebuah tema klasik yakni pemberdayaan civil society yang dipertemukan oleh kesatuan bangsa dalam kerangka kebudayaan yang beragam ini. Etnosentrisme dan rasisme yang menjadi tantangan dalam sebuah pemberdayaan civil society bisa dihindari. Konsep etnosentrisme dan rasisme bukanlah sesuatu yang negatif, mengandaikan bangsa ini memahami benar apa itu sebuah kesatuan bangsa. Dalam hal ini kesatuan pandangan budaya sebagai satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa, dalam wacana etnisitas nasional.

Ini bukanlah sesuatu yang mustahil yang menghadirkan keberadaan konsep sebagai sebuah bangsa di antara beribu bangsa lain yang ada di muka bumi ini. Pemberdayaan civil society dalam kesadaran etnik sebagai satu bangsa akan meningkatkan daya juang bangsa ini. Wacana etnisitas yang terlepas dari etnosentrisme sempit memberikan prospek dan arah pada pemberdayaan peradaban manusia Indonesia dalam meningkatkan peran serta untuk berkompetisi secara sehat menanggapi perkembangan global dengan negara lain.

1.2 Uraian Pembahasan

Wacana civil society bukanlah sesuatu yang baru. Demikian juga konsep etnisitas. Kedua hal ini saling berkaitan. Dimensi keragaman bangsa Indonesia merupakan tolok ukur dari keseluruhan pembahasan ini. Civil society merupakan wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi yang menjamin peradaban sebagai bangsa. Sedangkan etnisitas merupakan kesatuan pandangan sebagai suatu etnik yakni bangsa Indonesia. Karya tulis ini terdiri dari 5 (lima) bab. Bab I membahas tentang latar belakang masalah yang juga merangkum perumusan masalah, uraian singkat pembahasan, manfaat dan tujuan penulisan ini. Bab II, penulis membahas tendensi konseptual yang mengejawantahkan pemaparan teori, pandangan para tokoh, dan proses pemecahan masalah civil socitey yang pernah dilakukan. Bab III, dipaparkan metode penulisan, perihal bagaimana penulis melakukan penulisan ini sampai dengan kesimpulan akhir. Pada bab IV, penulis menjabarkan pembahasan menyangkut kaitan antara paparan teoritis yang sudah dijelaskan. Pada bab V penulis menyampaikan kesimpulan dan saran untuk implementasi wacana yang ditawarkan di sini.

1.3 Tujuan Penulisan

Karya tulis ini ditulis untuk memenuhi perlombaan karya tulis mahasiswa yang diselenggarakan oleh Direktorat Akademik Ditjen Dikti Depdiknas. Karya tulis ini juga ditujukan untuk memaparkan konsep etnisitas yang kurang dikembangkan sebagai satu wacana yang bisa menumbuhkan kesadaran dalam pembentukan dan pemberdayaan civil society. Karya tulis ini berusaha untuk mendeskripsikan bahwa etnosentrisme tidak selalu menghalangi sebuah peradaban bangsa jika adanya kesadaran dalam wacana satu budaya sebagai bangsa Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan

Konsep yang ditulis dan ditawarkan dalam karya tulis ini dapat berfaedah dalam pembinaan kesadaran demokratis bangsa sehingga pemberdayaan dan perkembangan sebagai sebuah bangsa dapat digalangkan. Penulisan ini juga dapat dimanfatkan untuk bahan dalam kampanye atau diskursus atau dialog pemberdayaan civil society yang sampai sekarang masih dilakukan. Penulisan ini juga sekaligus untuk membantu kesadaran publik bangsa dalam wacana etnisitas sebagai tendensi dalam pemberdayaan civil society untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dengan bangsa lain.

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Civil Society

2.1.1 Terminologi Civil Society

Kata civil society sebenarnya berasal dari konsep Yunani yakni koinia politika yang menjelaskan sebuah komunitas politik dimana warga citizen terlibat langsung dengan pemerintahan polis. Orang yang pertama kali mencetuskan istilah civil society ialah Cicero (106-43 SM), sebagai orator Yunani Kuno. Civil society menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka kota dipahami bukan hanya sekedar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan (Hikam, 1999).

Terlepas dari akar kata di atas, Adam Ferguson memahami civil society sebagai sebuah visi etis dalam sebuah solidaritas sosial. Demikian juga Hegel mendefenisikan civil society sebagai sebuah lembaga sosial yang berada di antara keluarga dan negara, yang dipergunakan oleh warga sebagai ruang untuk mencapai pemuasaan kepentingan individu dan kelompok. Alexis de Tocqueville menyatakan civil society dapat dimengerti sebagai wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dalam ciri-ciri kesukarelaan, keswasembadaan, keswadayaan, dan kemandirian berhadapan dengan negara. Tocqueville juga menekankan di sini adanya dimensi kultural yang membuat civil society dapat berperan sebagai kekuatan penyeimbang, yakni semacam keterikatan dan kepatuhan terhadap norma-norma dan tradisi yang ditanamkan dalam masyarakat tertentu (Hikam, 1999).

Hefner (1998) menyatakan bahwa civil society merupakan masyarakat modern yang bercirikan kebebasan dan demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat diharapkan mampu mengorganisasikan dirinya dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan, dan perbedaan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa civil society merupakan suatu kehidupan sosial yang menjamin kesinambungan interaksi dan solidaritas sosial yang dilandasi oleh keberadaan kultur atau tradisi atau norma dalam masyarakat tersebut. Di sini pluralitas dalam suatu masyarakat memberikan satu kebebasan dalam partisipasinya terhadap suatu kondisi global untuk menjamin sebuah peradaban.

2.1.2 Esensi, Kharakteristik Civil Society

Munculnya eksperimen demokrasi melalui pemberdayaan civil society setidaknya perlu dipahami esensi dari makna civil society itu sendiri. Hikam (1999) memaparkan beberapa esensi makna civil society, sebagai berikut :
1. Adanya individu dan kelompok mandiri dalam masyarakat. Kemandirian itu diukur terutama mereka berhadapan dengan negara
2. Adanya ruang publik bebas sebagai tempat wahana dan kiprah politik bagi warga negara
3. Kemampuan masyarakat dalam mengimbangi kekuatan negara, kendati tidak melenyapkannya secara total

Esensi ini kemudian dilengkapi oleh Bahmueller (dalam Suharto, 2002) yang mengemukakan, ada beberapa kharakteristik civil society, di antaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif ke dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah
5. Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim-rezim totaliter
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif

2.1.3 Tantangan Civil society

DuBois dan Milley (dalam Suharto, 2002) mengemukakan ada beberapa tantangan dalam civil society. Tantangan-tantangan tersebut hendaknya menjadi sebuah kewaspadaan dalam terbentuknya civil society yang berkesinambungan. Tantangan-tantangan tersebut dapat dideskripsikan seperti di bawah ini.

2.1.3.1 Sentralisme versus Lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti prototipe pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi kemudian malah terjebak ke dalam paham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme dan keadilan sosial.

2.1.3.2 Pluralisme versus Rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan dibandingkan dengan upaya untuk mengeliminasi kharakter etnis, pluralisme budaya, dan berjuang untuk memelihara integritas budaya.

Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.

2.1.3.3 Elitisme versus komunalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat. Sementara itu komunalisme adalah perasaan superioritas yang berlebihan terhadap kelompoknya sendiri dan memandang kelompok lain sebagai lawan yang harus diwaspadai dan kalau perlu dibinasakan.

2.2 Etnisitas : Sebuah Konsep

2.2.1 Etnosentrisme, Primordialisme dalam Wacana Etnisitas

Webber (dalam Mitakda,2000) membedakan antara etnik group dari ethnic membership. Grup etnik adalah kelompok yang terikat oleh kesamaan turunan, sosok fisik, adat istiadat, ataupun suatu memori atas penjajahan dan migrasi. Pertalian darah bagi Webber tidak terlalu mendasar untuk merekatkan tali ikat kelompok etnik. Tanpa hubungan darah kelompok etnik bisa terbentuk. Juga tindakan-tindakan sosial yang nyata tidak sekaligus menciptakan dan menciri khaskan grup etnik ini. Hal ini berbeda dengan corak etnik lain yakni keanggotaan etnik (ethnic membership) yang hanya memberikan peluang untuk mengorbankan kelompok saja khususnya kelompok partai. Ciri utamanya adalah komunitas politik. Webber tidak menggubris soal cara membentuk dan bentuk komunitas politik ini. Tulis Webber
Nyata bahwa kesadaran atau kesukuan tidak dibentuk untuk pertama-tama oleh pertalian leluhur yang sama, tetapi justru oleh pengalaman-pengalaman politik. Hal ini kini tampak telah menjadi sumber keyakinan yang menetap dalam suku pada umumnya

Webber menggarisbawahi kombinasi corak subyektif dan obyektif dari etnisitas. Webber memang berayun di antara dua kutub yang membentuk suatu kelompok etnik. Baginya naluri pemersatu kelompok etnik itu diayun oleh faktor-faktor politis dan peristiwa masa lampau tetapi sekaligus juga oleh kesatuan budaya dengan perbedaan-perbedaan biologis yang sekaligus memberikan batas afiliasi etnik. Dalam konteks ini bahasa menjadi penting. Bahasa bukan saja dipandang sebagai satu perekat kuat dari kelompok etnik dan keanggotaan kelompok etnik. Bahasa juga adalah pembawa dan pemelihara kepemilikan budaya yang khusus dari kelompok yang menyebabkan sikap saling memahami menjadi mungkin dan mudah. Hilang dan lemahnya salah satu faktor akan mengancam daya kekuatan etnik bahkan menyebabkan satu etnik hilang dari muka bumi. Tentang daya kekuatan etnik ditentukan oleh beberapa faktor. Webber menulis
…..mengambil bagian dalam memori politik, atau bahkan lebih penting lagi pada masa-masa awal dimana ada tautan erat dengan kultur lama ataupun juga pemberdayaan pertalian keluarga dan kelompok lain baik dalam komunitas yang baru maupun tua atau hubungan-hubungan lain yang masih bertahan (Mitakda, 2000).

Salah satu unsur pengendapan dari analisis Webber tentang asal-usul kelompok etnik adalah corak pasifitas individu dibentuk oleh suatu daya di luar dirinya sendiri. Pandangan ini mengingatkan kita akan concience collective-nya Emille Durkheim. Tali pertautan yang mengikat kelompok etnik ini disebut oleh Clifford Gerth dengan istilah keterlekatan primordial. Dengan ikatan Primordial menunjukkan ada suatu ikatan yang diberi tanpa dikehendaki sang individu. Individu adalah bagian darinya. Individu justru lahir dalam komunitas yang partikular dimana dia berbicara dari dialek yang bersangkutan dan mengikuti adat istiadat setempat (Mitakda, 2000).

Apa yang masyarakat rasa sebagai pantas dan bernilai dan tidak bisa ditelusuri kembali ke keputusan individu atau preferensi. Tidak seorangpun dapat memutuskan secara otonom sesuatu yang bernilai atau tidak. Penghargaan kita tidak dapat diciptakan atau dibuat, tetapi tergantung pada sesuatu yang melampaui kemampuan individu. Ikatan primordial adalah hadiah kebudayaan bagi seorang individu yang sifatnya tidak terlukiskan. Di dalam lingkungan ini dia merasa lebih aman pun dalam semua ketidak pastian perubahan yang terjadi di sekitarnya. Ikatan ini lebih semata-mata tautan natural.

Masih banyak konsepsi tentang etnisitas yang dibicarakan filsuf-filsuf dan antropolog sosial tetapi di sini hanya mengacu pada beberapa pembatasan. Enam corak dalam kelompok etnik (Mitakda, 2000) yakni :
1. Satu nama diri yang umum untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan esensi dari komunitas atau grup tersebut
2. Suatu fakta tentang permoyangan, leluhur yang lebih dari sekedar fakta yakni suatu mitos yang mengandung ide tentang asal-usul bersama.
3. Ada unsur yang turut ambil bagian dalam memori-memori masa lampau
4. Memiliki satu atau lebih unsur-unsur budaya yang sama yang tidak selalu diklasifikasikan dalam agama, adat istiadat, dan bahasa
5. Ada suatu tautan dengan tanah air
6. Ada suatu rasa solidaritas pada kelompoknya

Keseluruhan etnosentrisme dan primordialisme ini mengacu kepada satu konsep yakni etnisitas. Etnisitas dibedakan dari ras, yang menekankan perbedaan biologis yang dicirikan oleh warna kulit. Etnisitas mengartikan suatu cita rasa dalam mana seorang termasuk dalam suatu komunitas khusus yang anggota-anggotanya memiliki tradisi yang sama. Tradisi mencakup semua makna simbolik seperti seni, agama, bahasa, dan komponen budaya lainnya. Harus ditekankan di sini bahwa fenomena etnisitas ini tidak identik dengan ras dan etnosentrisme. Etnisitas lebih mengacu kepada sebuah kekuatan dalam integritas, suatu keadaan yang menyatukan beragam komponen etnik dalam satu persepsi

2.2.2 Identifikasi Etnisitas di Indonesia

Bila mengkaji etnisitas di Indonesia berdasarkan kriteria linguistik, orang akan sampai pada jumlah kelompok etnis lebih dari 250, sedangkan apabila kita mengikuti kajian Van Vollehoven, hanya ada 18 lingkungan hukum adat. Sementara itu, kelompok etnis juga dapat digolongkan berdasarkan sistem kepercayaaan, adat- istiadat (folkways), sistem kekerabatan, dan sebagainya.

Eksistensi satuan-satuan etnis secara etnografis telah ada jauh sebelum zaman modern. Berdasarkan deskripsi kota Malaka pada sekitar tahun 1500 oleh Tome Pires, terdapat puluhan kelompok etnis seperti Aceh, Melayu, Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Ambon, dan sebagainya. Masing-masing mempunyai perkampungan sendiri, jelas-jelas menunjukan otonominya sebagai kesatuan. Masing-masing golongan etnis memiliki stuktur sosial dan sistem hukumnya sendiri, jadi merupakan komunitas terpisah satu sama lain, namun pada masa itu sudah ada komunikasi lewat navigasi dan bahasa Melayu. Banyak nama etnik sama dengan nama daerahnya, bahkan sekaligus menunjukan nama kebudayaannya. Pada masa Majapahit ada banyak nama daerah (termasuk etniknya), tetapi kultur politiknya belum mencakupinya sebagai satu kesatuan. Seperti telah diketahui, hegemoni Majapahit mewujudkan struktur hirarki sehingga antar sub stuktur tidak banyak terjadi interaksi langsung kecuali komersial (Kartodirjo, 1999).

Pada masa kekuasaan sentral mengalami dekadensi, timbul disintegrasi serta proliferasi kekuasaan, maka kemudian timbullah kerajaan-kerajaan regional atau “lokal”. Unit-unit sistem menonjol. Sebagai contoh adalah munculnya kerajaan-kerajaan muslim di pantai utara Jawa. Diferensiasi etnik tidak terjadi. Kekuatan sentrifugal dominan selama satu abad (1500-1600), baru kemudian muncul lagi kekuatan sentripetal yang mampu menciptakan integrasi regional seperti ekspansi Aceh, Riau, Jambi, Mataram, Banjarmasin, dan sebagainya (Kartodirjo, 1999).

2.3 Civil Society dan Etnosentrisme dalam Sejarah Indonesia

Menurut sejarah peradaban (civilization), etnosentrisme merupakan manuskrip yang universal, antara lain indosentrisme, sinosentrisme, javanosentrisme, dan sebagainya. Hubungan antar etnik memerlukan proses mentransendensi kebudayaan etnik satu sama lain. Kerangka yang mencakup dua atau lebih etnisitas bersifat meta etnik, hal yang baru kita dapati pada zaman modern, mulai dari masa kolonialisme abad ke 19.

Perjuangan civil society di Indonesia pada awal pergerakan kebangsaan dipelopori oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan oleh Sultan Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt, 1999). Jiwa demokrasi Sultan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif baik dari rezim orde lama di bawah pimpinan Soekarno maupun rezim orde baru di bawah pimpinan Soeharto, tuntutan perjuangan transformasi menuju peradaban bangsa pada era reformasi ini tampaknya sudah tidak terbendungkan lagi.

Dalam memasuki milenium III, tuntutan akan masyarakat yang beradab di dalam negeri oleh kaum reformis yang anti status quo menjadi semakin besar. Civil society yang mereka harapkan adalah masyarakat yang lebih terbuka, pluralistik, dan desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar (Nordholt, 1999), jujur, adil, mandiri, harmonis, memihak yang lemah, menjamin kebebasan beragama, berbicara, berserikat dan berekspresi, menjamin hak kepemilikan dan menghormati hak-hak asasi manusia (Farkan, 1999).

Manfaat yang diperoleh dengan terwujudnya civil society ialah terciptanya masyarakat Indonesia yang demokratis. Selain itu menurut Daliman (1999), dengan terwujudnya civil society, maka persoalan-persoalan besar bangsa Indonesia seperti: konflik-konflik suku, agama, ras, etnik, golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan pembagian "kue bangsa" antara pusat dan daerah, saling curiga serta ketidakharmonisan pergaulan antarwarga dan lain-lain yang selama orde baru lebih banyak ditutup-tutupi, direkayasa dan dicarikan kambing hitamnya; diharapkan dapat diselesaikan secara arif, terbuka, tuntas, dan melegakan semua pihak, suatu prakondisi untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, kekhawatiran akan terjadinya disintegrasi bangsa dapat dicegah.

Guna mewujudkan civil society dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini mendukung pendapat Daliman (1999) yang intinya menyatakan bahwa untuk mewujudkan masyarakat yang beradab diperlukan proses dan waktu serta dituntut komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi diri secara total dan selalu konsisten dan penuh kearifan dalam menyikapi konflik yang tidak terelakan. Tuntutan terhadap aspek ini sama pentingnya dengan kebutuhan akan toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau kompromi.

Ciri utama civil society adalah demokrasi. Demokrasi memiliki konsekuensi luas di antaranya menuntut kemampuan partisipasi masyarakat dalam sistem politik dengan organisasi-organisasi politik yang independen sehingga memungkinkan kontrol aktif dan efektif dari masyarakat terhadap pemerintah dan pembangunan.

BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Prosedur Pengumpulan Informasi

Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan informasi dari berbagai sumber kepustakaan dan men-download file di internet. Dalam proses ini penulis berusaha memilah dari berbagai macam teori tentang civil society dan etnisitas. Beragamnya teori yang ada menjadikan proses ini berjalan pada satu kerangka perbandingan untuk menentukan relevansi dengan wacana etnisitas dan civil society.

3.2 Pengolahan Informasi

Wacana civil society dan etnisitas diolah melalui proses penemuan konsep yang setimbang. Ketika menemukan kesetaraan dan keterkaitan antara dua variabel dalam penulisan ini, penulis mencoba menganalisa dan kemudian kembali menemukan insight yang membantu perumusan konsep. Dalam pengolahan data penulis juga sempat mengadakan diskusi untuk menemukan jalan tengah yang bisa menemukan kejelasan dalam konsep yang ingin ditulis ini. Dalam mengolah informasi ini, kerangka dalam konsep etnisitas dan civil society ini penulis lebih banyak mengandalkan rasionalisasi yang tetap berpatokan pada sumber informasi yang telah penulis dapatkan sekaligus juga penjabaran dari kenyataan yang didengar, dipahami, dan dialami oleh penulis.

3.4 Analisis –Sintesis

Civil society merupakan sebuah wacana yang tidak bisa dipisahkan dari unsur-unsur kehidupan rakyat. Salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan adalah budaya rakyat itu sendiri. Keberadaan budaya rakyat sangat mempengaruhi pemberdayaan civil society itu sendiri. Dengan analisa yang terstruktur dan terbuka penulis memaparkan konsep civil society dalam kaitannya dengan konsep budaya. Keberadaan budaya tidak terlepas dari satu kesatuan. Etnosentrisme yang umumnya diklaim sebagai sebagai tantangan integritas bangsa bukanlah sesuatu yang mutlak. Etnosentrime positif membuktikan ini dengan menekankan satu kesatuan konsep dalam wacana etnisitas yang menurut penulis dapat memperkuat integritas bangsa dalam praktek pemberdayaan civil society. Apabila etnisitas menjadi satu kesadaran dari semua komponen bangsa untuk membentuk kesatuan etnik, satu bangsa, yakni Indonesia, maka pemberdayaan peradaban bangsa bukanlah sebuah utopia.

3.5 Perumusan Simpulan dan Saran

Setelah mengkaji lebih jauh tentang pembahasan yang ada penulis menarik titik tengah yang mempertemukan kedua wacana ini, civil society dan etnisitas dan menjadikannya sebagai konsep yang lebih bermakna. Setelah penguraian ini maka penulis bisa merumuskan pemecahan masalah yang dipikir bisa membantu proses pemberdayaan civil society ini.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Civil Society vs Etnisitas dalam Sejarah Indonesia : Sebuah Perjalanan

Sudah disinyalir dan dipaparkan di depan (dalam landasan konseptual) keragaman bangsa Indonesia telah menjadikan bangsa ini besar. Sejak zaman dahulu perjuangan ke arah peradaban masyarakat bukan merupakan sebuah adopsi dari barat atau dari timur tengah. Pergerakan era kebangkitan bangsa yang dicetuskan oleh berdirinya Budi Utomo menjadi tonggak berdirinya sebuah paradigma kehidupan dalam wacana civil society. Sumpah pemuda 1928 akhirnya mempublisitaskannya dalam kancah pergerakan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.

Kekuatan para pemuda di arena kebangkitan bangsa bukan dimotori oleh kesukuan yang sempit tetapi lebih digerakkan oleh kekuatan nasionalis yang menyuarakan persatuan dan kesatuan dalam kerangka berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa satu yakni Indonesia. Ini adalah sebuah implikasi dari keberadaan perjuangan kerajaan masa lalu dan mitos-mitos yang sudah mentradisi. Persatuan dan kesatuan dalam tatanan kerakyatan yang merdeka menyatupadukan sebuah kekuatan frontal untuk membentuk identitas sebagai bangsa.

Memang pembentukan identitas bangsa telah dipengaruhi oleh kolonialisme. Kolonialisme yang bertahun-tahun menggerayangi wajah Indonesia memberikan identitas baru dalam jiwa bangsa. Penanaman demokrasi yang pernah diterapkan hanya merupakan sebuah penjajahan. Kaum kolonial lupa bahwa kesatuan Hindia Belanda terbetuk dari keragaman dari suku dan bangsa.

Terlepas dari peran kolonialisme dalam pembentukan sebuah masyarakat, kita melihat jiwa yang berkembang di antara kaum cendikiawan pra kemerdekaan yang sangat mengupayakan persatuan. Lahirnya era Kebangkitan Bangsa telah menjadikan etnosentrime bukanlah etnosentrisme sempit yang mengupayakan keagungan pribadi rakyat Indonesia dalam identitas sebagai suku Jawa, atau Ambon, atau Flores, atau Batak, tetapi lebih sebagai satu kesatuan sebagai etnik Indonesia.

Perjalanan pembentukan civil society dalam kultur bangsa yang majemuk ini bukanlah sesuatu yang gampang. Konflik horizontal dan primordialisme yang bermula dari stereotype tetap membuahkan konflik yang secara beruntun terjadi sejak zaman pra kemerdekaan bahkan sampai sekarang.

Titik tolaknya adalah bahwa kesatuan bangsa ini belum didasarkan pada sebuah kesatuan perasaan dan pola pikir sebagai individu ber-etnik Indonesia. Ketiadaan persepsi ini sehingga dalam perjalanan sejarah bangsa, civil society masih merupakan sebuah konsep tanpa praksis, sebuah konsep yang masih berada dalam sebuah idealisme yang siap dicetuskan oleh kaum pintar atau cendekiawan yang punya intensi khusus untuk persoalan ini.

4.2 Etnosentrisme Bukan Kendala Pembentukan Civil Society

Etnosentrisme merupakan sebuah keterlibatan yang lebih berpihak pada sebuah suku bangsa tertentu. Keberpihakan pada suatu suku bangsa menjadikan bangsa ini terpecah belah. Namun yang dilihat di sini adalah etnosentrisitas yang memberdayakan. Keragaman suku bangsa dan budaya bukan sesuatu yang bisa menghancurkan peradaban tetapi malah membangun peradaban itu menjadi sebuah kekuatan yang lebih dinamis bila ditilik dari kacamata etnisitas sebagai bangsa Indonesia.

Keragaman itu harusnya tetap ada. Keragaman itu tidak bisa dipisahkan dari perjalanan bangsa ini. Ketika mengurai syarat menuju sebuah masyarakat yang demokratis dan beradab (civil society) dapat disimpulkan adanya suatu masyarakat yang mandiri dan beradab. Ini bukanlah tidak mungkin ketika tradisi budaya diatur dalam sebuah skema tertentu yakni konstitusi. Memang ini akan mengundang banyak polemik. Di sinilah peran kekritisan para pelaku dan pembuat konstitusi mengenai budaya berperan besar.

Bangsa Indonesia yang plural tidak bisa diabaikan dari pemberdayaan civil society, yang memberikan landasan pemikiran sebuah peradaban. Letak akar pemberdayaan civil society berada dalam kerangka keragaman etnik Indonesia ini. Jadi bukanlah satu hal yang benar ketika ada yang mengacungkan tangan dan menyatakan bahwa etnosentrisme harus dihilangkan dalam pemberdayaan civil society. Etnosentrisme harus tetap ada. Di sini konsep etnisitas menjadi fondamen untuk mendongkrak sebuah pemurnian pandangan terhadap etnosentrisme yang lebih dinilai negatif. Bertolak dari ini mungkin pantas diwacanakan dan dideklarasikan sebuah konsep yakni etnik Indonesia.


4.3 Arah dan Prospek Civil Society dalam Wacana Etnisitas

Civil society merupakan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang demokratis, pluralistis, transparan, dan partisipatif dimana peran infra dan supra struktur berada dalam keseimbangan yang dinamis. Berbagai perubahan–perubahan sosial politik yang cukup signifikan terjadi oleh sementara orang dipandang sebagai pendorong proses demokratisasi dan perkembangan civil society. Namun, sebagian pendapat mengatakan prospek masyarakat ini dalam tahun-tahun mendatang kelihatannya belum serba pasti. Ada perkembangan tertentu yang menggembirakan, kondusif, dan mendukung bagi pencipta civil society, tetapi pada saat yang sama ada juga perkembangan dan indikasi tertentu yang kurang menggembirakan yang pada gilirannya dapat menjadi tantangan bagi perkembangan peradaban masyarakat itu sendiri.

Di sini kita dapat melihat banyak terjadi pergeseran nilai sosial dan politik dalam tatanan masyarakat sebagai siklus perubahan dimana kita tengah berada pada titik memulai kembali pembentukan civil society dengan menyatukan kembali perbedaan-perbedaan menjadi sebuah pengakuan atas pluralitas yang stabil dan dinamis, yang di dalamnya masyarakat memiliki ruang untuk bernapas dengan komitmen kemanusiaan dan keadilan.

Akan tetapi harus diakui, membangun sebuah masyarakat yang berperadaban, maju dan bermartabat dalam ikatan persamaan dan persaudaraan sejati memerlukan kerangka dan pendekatan yang lebih bersifat evolusioner dari pada revolusioner. Dalam wacana pendekatan terhadap budaya memberikan arah yang frontal dan signifikan untuk membentuk sebuah pembaruan dalam pemberdayaan civil society. Adalah mustahil untuk menegakkan sebuah pluralitas yang berakar dari kesamaan dan persaudaraan sejati jika penghormatan pada martabat dan nilai kemanusiaan jika pendekatan sosio-kultur tidak pernah digalakkan.

Arah civil society yang dibangun dalam wacana etnisitas ini memberikan sebuah prospek tendesial dan fungsional dalam membentuk horisontalitas yang dinamis dan mengukuhkan sebuah masyarakat yang lebih berbudaya. Namun arah ini bukan memisahkan suku dan bangsa dalam sebuah dikotomi tetapi dijabarkan dalam sebuah kesatuan pandangan sebagai bangsa Indonesia.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Etnisitas merupakan sebuah perangkat yang membentuk adanya kesatuan identitas sebagai individu berkelompok. Sejarah telah membuktikan bahwa peran perbedaan dalam budaya bukan menjadi halangan dalam menciptakan masyarakat peradaban. Civil society mengandaikan adanya satu kesepakatan nasional untuk menjamin demokratisasi rakyat yang lebih bertanggung jawab. Peradaban bangsa memang pantas dipertanyakan ketika kekuatan yang tercermin menggadaikan peradaban itu sendiri.

Keadaan Indonesia yang plural bukan mustahil akan menghalangi pemberdayaan civil society. Namun perlu diingat perbedaan ini akan menguatkan bangsa itu sendiri ketika masing-masing rakyat Indonesia memiliki satu paham dalam konteks etnisitas yang universal sebagai etnik Indonesia. Keberadaan sebagai etnis Indonesia ini sudah tentu akan menjamin sebuah kekuatan mental yang membantu peningkatan daya saing bangsa dalam menyikapi perkembangan global dewasa ini. Jika segenap komponen bangsa Indonesia berada dalam konteks sebagai sebuah kesatuan yang berbudaya yang sama, berbahasa yang sama, bertanah air yang sama maka pantas dikatakan bahwa civil society versus etnisitas bukanlah konsep utopia.

5.2 Saran

Mungkin mudah bila kita menempatkan wacana civil society dalam setiap kampanye-kampanye tentang demokrasi. Konsep etnisitas yang dipaparkan oleh penulis bukanlah konsep baru. Ini sudah ada sejak perjuangan pra kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa hal yang dapat penulis paparkan sebagai saran :
1. Pembentukan kesadaran sebagai bangsa yang beragam dari segi budaya yang pada akhirnya bisa menimbang satu kesatuan yang memberikan kekuatan mental untuk tetap bersatu
2. Menciptakan satu keadaan yang tidak memutlakkan primordialisme dan etnosentrisme yang sempita sehingga pertentangan antar etnik ataupun antar kelompok massa dapat dengan mudah dihindarkan.

Beberapa catatan praktis yang bisa dipaparkan di sini :
1. Dialog berkesimbungan antara pemerintah dan elemen budaya seperti tetua adat dari suku terkecil sampai kelompok etnik modern
2. Pemerintah memberikan awasan kepada radikalisme kelompok yang sudah mengancam integritas bangsa
3. Tindakan keras kepada kelompok yang mengatasnamakan rakyat tetapi terlihat jelas hanya mementingkan kelompok dan idelisme kelompoknya sendiri.
4. Menjadikan wacana ini sebagai sebuah konsep yang bisa diajarkan di sekolah-sekolah sebagai bagian dari pendidikan demokrasi yang berkesinambungan. Hal ini membentuk akar yang kuat dalam sebuah perumusan civil society yang utuh. Namun wacana yang diajarkan hendaknya berdasarkan sebuah perumusan yang tepat sasar bukan adopsi dari pendidikan barat.
5. Amandemen konstitusi. Ini adalah sesuatu yang urgen dalam pembentukan sebuah keteraturan budaya, tradisi, yang akhirnya bisa membentuk konsep etnisitas bukan hanya sekadar padangan kesatuan suku tertentu tetapi lebih kepada kesatuan sebagai bangsa Indonesia (etnik Indonesia).

Hal-hal di atas memang bukan sesuatu yang aktual namun bila kita melihat secara lebih nyata lagi perbedaan budaya masih saja menjadi sumber konflik yang bisa saja terjadi. Karena itu bila kesadaran sebagai ‘satu’ dalam budaya yang sama ditanamkan secara dini, maka hal itu akan dengan mutlak menjadikan bangsa ini sebagai sebuah bangsa yang besar. Bangsa yang bisa berkompetisi secara sehat dan positif dengan bangsa lain. Akhirnya penulis hanya bisa menulis dan sebagai implementasinya semuanya hanya terserah dari seluruh komponen bangsa yang memiliki loyalitas dan dedikasi penuh terhadap jati dirinya sendiri sebagai bangsa yang merdeka.


DAFTAR PUSTAKA


Alfian. 1985. Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia. Jakarta : LP3ES

Daliman, A. 1999. “Reorientasi Pendidikan Sejarah melalui Pendekatan Budaya Menuju Transformasi Masyarakat Madani dan Integrasi Bangsa”, Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2
Farkan, H. 1999. “Piagam Medinah dan Idealisme Masyarakat Madani”. Bernas, 29 Maret.
Gellner, E. 1995.Membangun Masyarakat Sipil: Prasyarat Menuju Kebebasan.(Terjemahan Hasan, I) Bandung: Mizan.

Hefner, R.W. 1998. “Civil Society: Cultural Possibility of a Modern Ideal”. Society,
Vol.35, No, 3 March/April

Hikam, A. S. 1999. Islam, Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society. Jakarta :
Penerbit Erlangga

Kartodirjo, S. 1999. Multi-Dimensi Pembangunan Bangsa : Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Kleden, I. 1986. Sikap Ilmiah dan Kritik dan Kebudayaan. Jakarta : LP3S


Magnis-Suseno, F.1998. Mencari Makna Kebangsaan. Yogyakarta : Kanisius

Mangunwijaya, Y. B. 1998. Menuju Republik Indonesia Serikat. Jakarta : Gramedia

Mitakda, J. 2000. Etnosentrisme : Akar dan Tantangannya.Basis.Np.6-10. Mei
Nordholt, N. S. 1999. “Civil Society di Era Kegelisahan”. Basis. Np. 3-4. Maret.
Suharto, E. 2002. “Masyarakat Madani : Aktualisasi Profesionalisme Community
Workers dalam Mewujudkan Masyarakat yang Berkeadilan”. http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_16.htm